Tampilkan postingan dengan label taujihat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label taujihat. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Januari 2011

Jadi Kaya, Harus ! Tapi Tidak Harus Memaksakan Diri


Menjadi kaya itu harus ! Mengapa ?

Karena setiap makhluk termasuk manusia, telah diberikan rejeki oleh Tuhan Yang Maha Memberi. Maka tidak ada alasan untuk menolak apalagi mengingkarinya. Yang dimaksud mengingkari adalah tidak mau berusaha menggapainya.

Lalu bagaimana cara menggapai kekayaan tersebut ?

Banyak cara atau jalan menuju kaya. Namun tidak sembarang jalan bisa ditempuh menuju kekayaan. Kekayaan tidak akan menjadi milik Anda, jika ditempuh dengan asal-asalan bahkan dengan cara yang tidak semestinya. Jika itu yang Anda lakukan, Tuhan pun tak segan-segan mencabut kekayaan Anda.

Menjadi kaya itu perlu ilmu. Dengan ilmu, Anda bisa meraih peluang menuju kekayaan. Peluang menuju kekayaan ini secara garis besar dapat dikelompokkan dalam jalur karir (career way) dan jalur wirausaha (entrepreneur way). Sebagian besar pakar motivasi dan finansial mengkategorikan demikian.

Masing-masing orang memiliki potensi di kedua jalur ini. Ada seorang pekerja yang secara potensi mampu meraih karir puncak, sehingga kehidupannya mapan dan diliputi kekayaan. Adapula seorang wirausaha yang mampu membangun kerajaan bisnis yang besar, sehingga kehidupannya juga diliputi oleh kekayaan.

Dengan mengetahui potensi diri, Anda dapat memilih jalan menuju kekayaan yang sesuai dengan potensi Anda tanpa harus memaksakan diri. Karena bila hal itu Anda lakukan, Anda akan mengalami kesulitan yang lebih besar daripada jika Anda menempuh jalan yang memang sudah Anda pahami.

Ada sebuah cerita mengenai seseorang yang berusaha menjadi kaya. Budi adalah teman saya di bangku kuliah. Dia bukan termasuk kalangan orang kaya. Namun spiritnya untuk mengubah kondisi hidup yang serba kekurangan, menjadikannya mampu mengangkat derajatnya.

Berbekal kerja keras dan semangat pantang menyerah, ia memanfaatkan ilmu di bangku kuliah dan dipadukan dengan insting bisnisnya. Hasilnya, inovasinya mampu membuatnya mandiri secara finansial melebihi mahasiswa sebayanya. Kerja kerasnya membuahkan hasil, hingga ia termasuk jajaran mahasiswa berprestasi nasional.

Jadi, bekal ilmu merupakan sebuah keniscayaan dalam meraih kekayaan. Tidak hanya kekayaan secara materi, juga kekayaan jiwa. Itu jika jalan yang ditempuh merupakan jalan yang sesuai dengan potensi diri dan tidak menyalahi ketentuan Tuhan, yaitu dengan melakukan perbuatan negatif.

Melakukan pengamatan, pengecekan, mempelajari bahkan melakukan penelitian (bila perlu) dalam menyikapi sesuatu yang akan dikerjakan, akan lebih baik daripada hanya sekedar menduga atau mengira-ngira. Apalagi sekedar ikut-ikutan sebagai ajang adu gengsi.

“ Jangan berpikir bisa mendadak jadi konglomerat tanpa usaha yang benar-benar maksimal. Berpikirlah sebelum bertindak. Dengan demikian otak tidak terbebani hal-hal yang belum pasti didapatkan “ (Jacky Tambi & M. Hariwijaya)

Jumat, 07 Januari 2011

Motivasi hidup itu adalah iman


Nah lho… emang ada hubungannya, antara motivasi hidup dengan iman?

Oke… mari kita urai korelasi antara motivasi hidup dengan iman dalam persamaan berikut :

Motivasi hidup = Keyakinan + Tujuan

Motivasi hidup itu ada karena di dalam diri kita terdapat keyakinan bahwa kita mampu mencapai tujuan atau cita-cita yang telah kita tetapkan. Nah… dari persamaan ini bisa diturunkan dalam persamaan berikut :

Motivasi hidup muslim = Iman + Allah SWT

Siapa yang ngaku muslim?

Inilah rumus ideal motivasi hidup seorang muslim. Kalau ada yang ngaku muslim dan nggak menerapkan rumus motivasi tersebut dalam hidupnya, perlu dipertanyakan jati diri muslimnya. Siapa tahu orang-orang tersebut masuk dalam kategori Islam KTP. “Idih… enggak mau ah!”

Keimanan kita kepada Allah SWT sangat penting dalam menjalani hidup di dunia ini. Karena perjalanan hidup kita di dunia, sejatinya adalah skenario yang telah ditulis Allah SWT dalam lauh mahfudz. Apaan lagi tuh?

Lauh mahfudz, sebuah catatan kalau boleh dibilang. Yang berisi semua ketentuan Allah SWT atas makhluknya, baik hidup, mati, rezeki, jodoh dan lain sebagainya. Oleh karena itu, buat yang nggak yakin sama kekuasaan Allah SWT bisa rugi puoll…

Kenapa kok rugi?

Ya… Karena mau minta sama Allah, tentu tidak serta merta diberikan-Nya. Wong nggak kenal sama Allah mau minta sama Allah. Ya… harus kenal dulu lah! Baru mengakrabkan diri, bahkan kalau bisa jadi kesayangan Allah. Hmm… siapa yang nggak mau?

Masa kita kalah sama para syuhada yang gugur di jalan Allah? Padahal tantangan kita sebagai muslim dan muslimah saat ini lebih berat dan tentunya reward yang diberikan Allah lebih besar, bagi yang bisa menuntaskan tantangan tersebut.

Memang apa sih tantangan yang diberikan Allah?

Tantangannya luar biasa! Amar ma’ruf nahi munkar. Menebar kebaikan dan mencegah kemungkaran. Hayo… ada yang sanggup?

Kesanggupan menjalani tantangan ini, membutuhkan totalitas sebagai muslim dan muslimah yang kaffah atau utuh. Tidak bisa setengah-setengah, apalagi instan. Untuk itu, sahabat pembaca sekalian bisa memulainya dengan kesungguhan niat untuk mewujudkan jati diri muslim dan muslimah yang kaffah.

Untuk mewujudkan itu, belajarlah! Karena ilmu akan mengantarkan sahabat pembaca sekalian, pada tujuan tersebut. Tanpa ilmu, hidayah Allah pun akan sulit menyentuh hati yang terhijab dan melunakkan hati yang keras karena dosa dan maksiat. Wallahu’alam bis showab

Selasa, 04 Januari 2011

Refleksi 1 Muharram 1432 H


Memasuki babak baru tahun 1432 H, apa saja yang sudah kita raih selama periode setahun yang lalu?

Prestasi apa saja yang telah kita raih dalam kehidupan kita sebagai seorang muslim dan muslimah?

Dalam momentum 1 Muharram ini, mari kita sejenak berkontemplasi, merenung atau bermuhasabah atas amal perbuatan yang telah kita perbuat. Tujuannya tidak lain adalah untuk mendapatkan gambaran diri kita di masa lalu, kini dan esok.

Tiga parameter waktu yang saya sebutkan tadi, dapat menentukan langkah kita selanjutnya dalam memasuki babak baru tahun 1432 H. Apakah langkah kita akan semakin menggaransi kita untuk mencapai cita-cita sukses dunia dan akhirat, atau malah sebaliknya?

Mengapa harus bercita-cita sukses dunia dan akhirat?

Jawabannya sederhana dan sahabat pembaca semua tentu sudah paham. Kita bercita-cita sukses dunia dan akhirat karena kita hanya sementara di dunia ini dan pada saatnya harus kembali ke kampung akhirat yang insya Allah kekal. Dan tidak ada pengecualian atas ketentuan Allah SWT ini.

Berita gembiranya, bagi yang bisa meraih sukses dunia dan akhirat maka hidupnya tidak akan pernah merugi. Karena janji Allah kepada orang-orang yang beriman kepada hari akhir adalah pasti. Maksudnya?

Beriman kepada hari akhir merupakan sebaik-baik orientasi atau tujuan hidup, karena Allah telah menetapkan standar kesuksesan yang bisa dicapai oleh orang-orang yang beriman. Bagi yang mampu menerapkannya dengan baik, maka garansi Allah kepada orang-orang beriman akan diperolehnya.

Apa sih garansi dari Allah? Emangnya penting?

Inilah nilai plus yang tidak akan bisa dipahami oleh orang yang tidak yakin akan janji Allah. Logikanya seperti orang yang takut naik pesawat terbang karena takut dengan ketinggian, maka dia selamanya tidak akan pernah percaya bahwa naik pesawat presiden enaknya bukan main.

Kembali pada garansi Allah, yang memberikan berbagai kemudahan dunia dan akhirat ketika orang yang beriman mendapatkan ujian maupun cobaan. Tanpa keyakinan akan garansi tersebut, maka bisa dipastikan nasib manusia bisa berakhir di ujung samurai seperti orang Jepang dengan harakiri-nya.

Eh… kok bawa-bawa orang Jepang segala?

Ya… karena Jepang merupakan contoh masyarakat yang sukses secara duniawi, namun tidak sukses secara ukhrowi.

Wong mati itu wewenangnya Allah, kok ini seenaknya membunuh diri sendiri tanpa memberi kesempatan diri untuk memperbaiki diri. Itulah The True Power of Islam, kekuatannya memberikan semangat untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Wallahu’alam bis showab